24 Januari 2013

perbedaan Bisnis dan Pedagang

SHARING informasi. Anda tahu beda BISNIS dengan DAGANG ? 1. Klo DAGANG anda FOKUS pada PENJUALAN, klo BISNIS anda FOKUS pada PENGEMBANGAN. Pernah liat tukang Somay didepan Sekolah SD kita, JANGAN-JANGAN sampai hari ini dia masih jadi Tukang Somay :). 2.Klo DAGANG ga pernah melakukan TIGA Proses ini : A. Menyimpan Pembeli. B. Menghitung Pembeli. C. Menganalisa Pembeli. Coba perhatiin tukang gorengan, pernah ga dia MENANYAKAN nomor KONTAK SEMUA Pembelinya? Atau Memberi HADIAH, yg dikirim kerumah karena Pembelinya sudah memberi 100 gorengan Bulan ini. Atau Memberikan BONUS 5 Bakwan saat Pembeli yg suka beli BAKWAN datang kembali :). Nah... BISNIS adalah tentang MENIKMATI SOLUSI bersama PEMBELI, bukan sekedar MENAWARKAN, MENJUAL lalu Pergi tanpa SILATURAHMI kemudian hari :) So.. Kamu PEDAGANG atau PEBISNIS ? ;)

06 April 2009

Teori Belajar Kognitif

1. PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau menemukan (Hilgrad & Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13). Belajar juga merupakan proses berubahnya tingkah laku yang relatif permanen yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, sehingga sudah banyak ahli yang mengemukakan teori-teori dan pandangan-pandangan mereka mengenai proses belajar tersebut.
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.

Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun pandangan-pandangan kaum behavioristik juga ada yang digunakan dalam pendekatan kognitif. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement merupakan sebuah sumber feedback untuk melihat apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi.
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori ini juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan makna belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. (Asri, 2005 : 34). Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang (background knowledge) berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor internal). Teori kognitif lebih menekankan pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut teori kognitif, namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan, 1998:53).
Banyak ahli telah memberikan pandangan menganai Teori Kognitif. Berikut ini beberapa pengertian teori belajar menurut para tokoh aliran kognitif:
1) Teori Belajar menurut Piaget
Piaget adalah tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur pebelajar, semakin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat kemampuannya (Asri, 2005:35). Proses peningkatan kemampuan tersebut melalui proses yang disebut adaptasi. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Tahap asimilasi adalah proses penerimaan informasi baru dan kemudian disesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam diri masing-masing pebelajar. Proses akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses similasi dan akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pebelajar dan pebelajar akan dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hirarkhis. Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu (Asri, 2005 :37):
a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana seperti:
- mencari rangsanganmelalui sinar lampu
- suka memperhatikan sesuatu lebih lama
- memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.
c. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Anak telah memiliki kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Dalam tahap ini, anak tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan.
d. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Anak mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang, akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif murid-muridnya agar dapat merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai.

2) Teori Belajar menurut Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Bruner berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:
a. Tahap enaktif, yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan.
b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik, seseorang mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang dipengaruhi oelh kemampuan dalam berbahasa dan logika.
Gagasan yang terkenal dari Bruner adalah spiral curriculum, yaitu cara mengorganisasikan materi pelajaran dari tingkat makro (secara umum) kemudian mulai mengajarkan materi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci. Selain itu juga, Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan yang berbeda. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep tindakan dilakukan untuk membentuk kategori-kategori baru. Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki lima unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi :
a. Nama
b. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif
c. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
d. Rentangan karakteristik
e. Kaidah
Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).
3) Teori Belajar menurut Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.
Advance organizers yang oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, maka advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.

4) Teori Belajar menurut Gagné
Menurut Robert M. Gagné belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru (Syaiful, 2007:17). Gagné berpendapat bahwa belajar bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja, namun juga disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus. Gagné berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen belajar dalam proses belajar menurut Gagné merupakan situasi yang memberi stimulus yang menghasilkan respon, namun di antara stimulus dan respon tersebut terdapat hubungan yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat diamati.
Menurut Gagné ada tiga tahap dalam belajar, yaitu:
a. persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian.
b. pemerolehan dan unjuk perbuatan untuk pembangkitan kembali, respon dan penguatan.
c. alih belajar yaitu pengisyaratan untuk memberlakukan secara umum.
Gagné mengemukakan pendapat mengenai delapan tipe belajar dari yang paling sederhana sampai paling kompleks yang disebut dengan Hirarkhi Belajar. Delapan tipe tersebut adalah :
a. Signal learning
Signal learning merupakan tipe belajar dalam bentuk pemberian respon terhadap tanda-tanda.
b. Stimulus response learning
Dalam tipe ini respon diperkuat dengan adanya imbalan. Dengan belajar tipe ini, seseorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam bahasa asing.
c. Chaining learning
Chaining learning terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa stimulus-respon. Sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi. Sebagai contohnya adalah setelah pulang kantor, ganti baju, makan, dan sebagainya.
d. Verbal association
Tipe ini bersifat asosiatif tingkat tinggi karena fungsi nalar yang menentukan. Sebagai contohnya bila anak melihat gambar bentuk bujur sangkar dan dia bisa mengatakan bahwa gambar tersebut adalah bujur sangkar.
e. Discrimination learning
Tipe ini menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala seperti siswa bisa membedakan manusia satu dengan yang lain.
f. Concept learning
Belajar konsep adalah corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pada berbagai objek. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan kekeluargaan, dll.
g. Rule learning
Tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. Misalnya, aturan seperti logam jika dipanaskan akan memuai, angin berhembus dari daerah maksimum ke daerah minimum.
h. Problem solving
Tipe belajar ini adalah yang paling kompleks. Dalam tipe belajar ini diperlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama.

5) Teori Belajar menurut Gestalt
Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh behaviorisme, terutama Thordike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori Gestalt ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990) :
a) Insight tergantung pada kemampuan dasar.
b) Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.
c) Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi.
d) Insight didahului dengan periode mencari dan mecoba-coba.
e) Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara berlangsung.
f) Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi-situasi yang lain akan dapat dipecahkan.

Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam mengembangkan teori-teori pembelajaran. Dari kelima tokoh aliran kognitif tersebut, beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng dalam Asri, 2005:46):
a) Hirarkhi belajar
Dalam hirarkhi belajar, Gagné menekankan pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan prasyarat belajar yang dituangkan dalam struktur isi.
b) Analisis Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-processing approach to task analysis. Hubungan ini memerikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar.
c) Subsumptive sequence
Ausubel mengemukakan gagasan mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar, dengan mengurutkan materi dari umum ke rinci.
d) Kurikulum spiral
Bruner memberikan gagasan mengenai kurikulum spiral yang menyusun urutan pengajaran dari umum, kemudian mengajarkan isi yang sama dengan cakupan lebih rinci.
e) Teori skema
Teori ini memandang proses belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada.

f) Webteaching
Webteaching merupakan suatu prosedur penataan urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang telah dimiliki seseorang. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
g) Teori Elaborasi
Teori ini mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran yang sudah ada untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara mengorganisasi pengajaran.

2.2. Aplikasi Teori Belajar Kognitif dan Pemprosesan Informasi dalam Desain Pesan Pembelajaran.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran tidak lagi mekanistik sebagaimana pada teori behavioristik namun dengan memperhitungkan kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Karakteristik dari proses belajar ini adalah:
a. Belajar merupakan proses pembentukan makna berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui interaksi secara langsung dengan obyek.
b. Belajar merupakan proses pengembangan pemahaman dengan membuat pemahaman baru.
c. Agar terjadi interaksi antara anak dan obyek pengetahuan, maka guru harus menyesuaikan obyek dengan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
d. Proses belajar harus dihadirkan secara autentik dan alami. Anak dihadirkan dalam situasi obyek sesungguhnya dan harus sesuai dengan perkembangan anak.
e. Guru mendorong dan menerima otonomi dan insiatif anak.
f. Memberi kegiatan yang menumbuhkan rasa keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan ide dan mengkomunikasikannya dengan orang lain.
g. Guru menyusun tugas dengan menggunakan terminologi kognitif yaitu meminta anak untuk mengklasifikasi, menganalisa, memprediksi.
h. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk merespon proses pembelajaran.
i. Guru memberi kesempatan berpikir setelah memberi pertanyaan.

DAFTAR PUSTAKA
Asri Budiningsih. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
_____________. 2003. Desain Pesan Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Mukminan,dkk. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.
Nana Sudjana. 1990. Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Syaiful Sagala. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Woolfolk, Anita E. dan Lorraine McCune-Nicolich. 1980. Educational Psychology for Teachers. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

21 November 2008

evaluasi hasil belajar

INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR
Oleh
Winarno

A. Pendahuluan
Evaluasi merupakan salah satu komponen system pembelajarn/pendidikan. Hal ini evaluasi berarti, evealuasi merupakan kegiatan yang tak terelakan dalam setiap kegiatan/proses pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan kepada diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa/mahasiswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dengan demikian evaluasi hasil belajar menetapkan baik buruknya hasil dari kegiatan pembelajaran.
Kelemahan pokok pengukuran hasil belajar di lembaga pendidikan pada umumnya tidak terletak pada bentuk dan tipe butir soal yang digunakan, tetapi terutama terletak pada bentuk dan kemampuan guru/dosen/dosen untuk mengkonstruksi butir soal dengan baik. Butir soal tipe apapun baik butir soal uraian maupun butir soal objektif dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar bila butir soal tersebut dikonstruksi dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.


Kesalahan umum lainnya yang menyebabkan orang awam banyak melemparkan kritik tidak proposional terhadap tes ialah anggapan yang melihat tes buka sebagai alat ukur, tetapi terutama sebagai alat pendidikan yang terpenting dalam proses pendidikan. Fungsi utama tes hasil belajar adalah mengukur keberhasilan belajar sesorang atau sekelompok siswa atau mahasiswa. Sebagai contoh seorang mahasiswa yang tidak pernah dilatih mengarang, tidak akan menjadi orang yang tahu menyusun karangan dengan baik, walaupun diberikan beberapa kali tes bentuk uraian. Sebaliknya, seorang mahasiswa yang telah terlatih untuk mengeluarkan pikirannya secara tertulis dengan baik, sekalipun dites dengan butir soal objektif akan tetap, tidak akan kehilangan kemampuan ekspresinya.
Dengan demikian, paparan singkat ini akan mencoba membahas dan mengurai mengenai instrumen evaluasi hasil belajar yang memiliki posisi penting dalam evaluasi hasil belajar untuk mengetahui seberapakah perolehan siswa/mahasiswa dalam mencapai tujuan dalam pembelajaran.

B. Instrumen Evaluasi Hasil Belajar
Instrumen evaluasi hasil belajar adalah alat yang dipakai untuk mengambil atau merekam data hasil belajar. Instrumen evaluasi hasil belajar dibagi menjadi instrumen evaluasi bentuk soal atau tes dan bentuk non-soal atau non-tes. Instrumen evaluasi untuk ujian adalah soal; yang dapat berupa soal bentuk objektif atau soal bentuk uraian. Pembagian ini berdasarkan pada bentuk pertanyaanya. Bentuk bentuk instrumen evaluasi untuk teknik evaluasi jenis non-ujian adalah pedoman observasi, daftar cek, skala lajuan untuk teknik evaluasi observasi, pedoman wawancara untuk teknik evaluasi wawancara, serta lembar angket, skala sikap untuk teknik evaluasi angket.
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya hasil belajar meliputi kompetensi kognitif, kompentensi afektif dan kompetensi psikomotorik. Instrumen evaluasi hasil belajar berbentuk soal atau tes dan bentuk non-soal atau non-tes.
B.1. Evaluasi hasil belajar berbentuk soal atau tes.
Evaluasi hasil belajar berbentuk soal atau tes terdiri dari soal uraian dan soal objektif. Dipandang dari penyusunnya, soal atau tes dapat dibedakan menjadi soal buatan guru/dosen dan soal yang standar. Soal buatan guru/dosen adalah soal yang disusun sendiri oleh guru/dosen yang akan mempergunakan soal tersebut. Soal buatan guru/dosen disusun dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah menguasai materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru/dosen. soal yang standar adalah soal yang sudah memilki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi berdasarkan percobaan-percobaan terhadapsampel yang cukup besar dan representatif. Soal standar disusun oleh para ahli dibidangnya dan telah diuji-cobakan secara berulang-ulang.


B.1.1. Soal Tertulis Uraian
a. Pengertian soal uraian
Yang dimaksud dengan tes uraian dalam tulisan ini adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Arikunto (1990 : 161; Nurkancana, 1986 : 41-42) mengatakan soal uraian merupakan bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau perintah yang memerlukan jawaban bersifat pembahasan atau uraian kata-kata yang relative panjang. Ciri-ciri pertanyaan atau perintah soal uraian diawali dengan kata-kata seperti jelaskan, bagaimana, mengapa, bandingkan, jabarkan, kemukakan dan lain sebagainya. Cirikhas yang lain adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkonstruksi butir soal, tetapi harus dipasok oleh peserta tes.

b. Kelebihan dan kekurangan tes uraian
Kelebihan, antara lain :
1. Cara menyusunnya lebih mudah daripada sol objektif.
2. Mengevaluasi hasil belajar yang kompleks, yang tidak dapat dievaluasi dengan soal objektif.
3. Peserta didik tidak dapat menebak jawaban.
4. Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis.
5. Tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta tes untuk belajar.
Kekurangan, antara lain :
1. Untuk koreksi diperlukan waktu lama.
2. Materi yang tercakup terbatas.
3. Subjektifitas tinggi.
4. Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai dengan ”bualan”.
5. Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling utama membedakan prestasi belajar antar siswa/mahasiswa.

c. Klasifikasi Tes Uraian
Tes uraian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes uraian bebas/tes uraian terbuka (extended response) dan tes uraian terbatas (restricted responses). Pembedaan kedua jenis tes uraian ini adalah besarnya kebebasan yang diberikan kepada peserta tes untuk mengorganisasikan, menulis dan menyatakan atau mengekspresikan pikiran dan gagasannya.
1. Tes uraian bebas (Extended response).
Pada soal uraian bebas, peserta tes bebas untuk menjawab soal dengan cara danm sistematika sendiri. Jawaban peserta tes terhadap soal tersebut bersifat menyebar (divergen). Ragam butir soal ini ada dua, yaitu soal uraian bebas sederhana dan soal uraian bebas ekspresif.
Contoh soal :
Uraikanlah peranan teknologi pembelajaran dalam mengatasi masalah belajar.
Uraikanlah peranan pemuda dalam perjuangan mencapai kemerdekaan indonesia sejak tahun 1908 sampai dengan tahun 1945. Dalam uraian Anda hendaknya terdapat contoh-contoh organisasi pemudayang ada pada masa itu beserta para pemimpinnya .
2. Tes uraian terbatas (Restricted response).
Pada soal uraian terbatas, jawaban peserta tes dibatasi oleh rambu-rambu yang ditentukan dalam butir soal. Ini berarti bahwa jawaban peserta tes bersifat memusat (konvergen). Soal bentuk ini dapat berupa soal uraian melengkapi, soal uraian jawaban singkat, dan soal uraian terbatas sederhana.
Contoh soal :
Sebutkanlah Liama kawasan teknologi pembelajaran. Pilihlah salah satu kwasan teknologi pembelajaran yang anda kuasai, definisikan dan berikanlah tiga contoh pelaksanaannya dalam bidang pendidikan.

d. Pemberian skor.
Jawaban soal uraian diskor dengan cara menyusun kunci jawaban terlebih dahulu, yang sifatnya berjenjang, artinya setiap langkah jawaban diberi skor. Skor total adalah jumlah skor setiap tahapan. Perlu juga ditentukan bobot skor dari masing-masing jawaban. Untuk keperluan tersebut perlu dibuat pedoman penskoran atau marking scheme.

Menurut, Gronlund (1985) memberikan saran dalam pemberian skor untuk soal uraian sebagai berikut :
1. Siapkan lembar jawaban yang berisi point-ponit pokok, karakteristik jawaban yang akan dievaluasi.
2. Mengunakan metode penilaia yang paling tepat.
3. Tentukan bagaiamana mengatasi faktor jawaban yang irasional dari peserta didik yang sedang dites.
4. Evaluasi seluruh jawaban siswa pada satu soal sebelum melanjutkan ke jawaban soal berikutnya.
5. Evaluasi jawaban tanpa melihat nama peserta didik.

e. Petunjuk penyusunan butir soal uraian
1. Materi soal uraian hendaknya merupakan materi yang tidak cocok diukur dengan soal objektif.
2. Setiap butir soal hendaknya menggunakan petunjuk dan rumusan yang jelas dan mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan kebimbangan kepada peserta tes.
3. Jangan memberikan kesempatan kepada peserta tes untuk memilih beberapa butir soal dari soal yang diberikan.
4. Butir soal hendaknya mengarah kepada kompetensi kognitif yang tinggi.




B.1.2. Soal Tertulis Objektif
a. Pengertian soal tertulis objektif.
Yang dimaksud dengan butir soal objektif adalah butir soal yang telah mengandung jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Jadi jawaban telah disediakan oleh pengkonstruksi butir soal. Peserta hanya harus memilih jawaban dari jawaban yang telah disediakan. Arikunto (1990 : 163), Mengatakan tes objektif adalah tes yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab dengan memilih salah satu alternative yang benar dari sejumlah alternative yang tersedia, atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol. Dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif.
Sukardjo mengatakan tes objektif terdiri atas sejumlah butir soal. Butir soal objektif adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang alternatif jawabannya telah disediakan. Peserta didik diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang paling benar.
b. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan, antara lain :
1. Koreksi pekerjaan peserta didik mudah.
2. Materi bidang studi yang dicakup luas.
3. Objektivitas tinggi.
Kekurangan, antara lain :
1. Cara menyusunnya sukar dan lama.
2. Hanya sesuai untuk mengukur hasil belajar pada dimensi proses
kognitif tingkat mengingat.
3. Ada kemungkinan peserta didik menebak jawaban.




c. Bentuk soal objektif
1. Objektif benar-salah.
2. Objektif menjodohkan.
3. Objektif pilihan ganda.

d. Pemberian skor
Jawaban soal objektif dapat diskor dengan mudah dan bersifat objektif. Umumnya dipakai dasar bila jawaban butir soal benar, skor adalah 1 sedangkan bila jawaban butir soal salah, skor adalah 0.

e. Petunjuk penyusunan butir soal pilihan ganda
1. Berilah petunjuk mengerjakan soal yang jelas.
2. Jangan memnasukkan materi yang tidak relevan dengan apa yang sudah
dipelajari peserta didik.
3. Pernyataan pada soal merumuskan persoalan yang jelas dan berarti.
4. Pernyataan dan option merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus.
5. Panjang option pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripad
stemnya.
6. Usahakan agar stem dan option tidak mudah diasosiasikan.
7. Dalam penyusunannya, pola kemungkinan jawaban yng benar
hendaknya jangan sistematis.
8. Harus diyakini bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.

B.2. Evaluasi hasil belajar berbentuk non-soal atau non-tes.
Informasi hasil belajara siswa/mahasiswa tidak hanya dapat diperoleh melalui tes, tetapi dapat juga diperoleh melalui alat pengukuran bukan tes seperti 1). pedoman observasi, 2). daftar cek 3). skala lajuan 4). pedoman wawancara 5). lembar angket dan 6). skala sikap
1. Pedoman observasi
Pedoman observasi banyak dipakai untuk melakukan evaluasi kegiatan eksperimen di laboratorium. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, dua diantara yang terpenting adalah adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

2. Daftar cek
Daftar cek adalah suatu daftar yanga berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Daftar cek dapat menjamin bahwa observer mencatat tiap-tiap kejdian yang betapun kecilnya, tetapi dianggap penting. Ada bermacam-macam aspek yang dicantumkan dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberi tanda cek (V) ada tidaknya tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.


Beri tanda V jika :
1. Permasalahan yang dibahas terumuskan dengan jelas.
2. Ada relevansi dengan permasalahan yang dibahas.
3. Uraian luas dan mendalam.
4. Uraian jelas dan tidak salah konsep.
5. Uraian disampaikan dengan lancar.
6. Sanggahan/argumentasi logis dan kuat.
7. Bahasa baik dan benar.

3. Skala lajuan
Dalam daftar cek hanya dapat dicatat ada tidaknya variable tingkah laku tertentu, sedangkan skal lajuan gejala-gejala yang akan diobservasi disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Skala lajuan tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variable tertentu, tetapi lebih jauh dapat diukur bagaimana intensitas gejalanya.


4. Pedoman wawancara
Bentuk-bentuk pertanyaan dalam wawancara :
a. bentuk pertanyaan terstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut agar jawaban sesuai dengan apa yang terkandugn dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ioni biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
b. Bentuk pertanyaan tak terstruktur, yaitu pertanyaan yang bersipat terbuka dimana responden secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada responden karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
c. Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang terstruktur dan ada pula yang bebas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Hubungan baik antara interviewer dengan yang diwawancarrai perluy dipupuk dan dibina sehingga akan tampak hubungan yang sehat dan harmonis.
b. Dalam wawancara yang terlalu kaku, tunjukan sikap yang bebas, ramah, terbuka dan adaptasikan diri dengan nya.
c. Perlakukan responden itu sebagai sesame manusia secara jujur.
d. Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga pertanyaan-pertnyaan yang diajukan bersifat netral.
e. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat dan sederhana.

5. Lembar angket
Lembar angket adalah alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau
informasi. Dipandang dari bentuknya, angket dibagi menjadi :
1. Angket berstruktur, yaitu angket yang menyediakan kemungkinan jawaban.
Bentuk angket berstruktur dibagi lagi menjadi :
a. Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket yang pada setiap pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban.
b. Bentuk jawaban tertutup, tetapi pada alternative jawaban terakhir diberikan secara terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab secara bebas.
c. Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan jawaban dalam bentuk gambar.
2. Bentuk angket tak berstruktur ialah bentuk angket yang memberikan jawaban secara terbuka yang respondennya secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini memang memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentng situasi, tetapi kurang dapat dinilai secara objektif. Jawabannya tidak dapat dianalisa secara statistik sehingga kesimpulannya pun hanya merupakan pandangan yang bersifat umum.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket :
a. Responden angket bukan orang yang berkepentingan, angket masalah kepala sekolah tidak diberikan kepada kepala sekolah tetapi kepada guru/dosen.
b. Setiap pertanyaan harus jelas, singkat, dan mudah dimengerti oleh responden.
c. Dalam menyebarkan angket, hendaknya dilampirkan petunjuk jelas tentang tujuan angket.
d. Hendaknya butir angket tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit.

6. Skala sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk menyenangi atau tidak menyenangi terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Untuk mengukur sikap, digunakan instrument yang disebut skala sikap.
Salah satu instrument skala sikap adalah skala sikap yang dikembangkan oleh likert. Untuk skala likert digunakan skala dengan lima angka. Skala 1 (satu) berarti sangat negatif dan skala 5 (lima) berarti sangat positif. Setiap pernyataan dalam skala likert harus menunjukan sikap positif atau negatif. Pernyataan yang menunjukan sikap netral tidak bermakna.
Contoh skala likert.
Sikap terhadap penggunaan hukuman di sekolah.
Petunjuk : jawablah semua butir soal dibawah ini, dengan kategori jawaban sebagai berikut :
SS = Sangat setuju.
S = Setuju
R = Ragu-ragu
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju.
1. Guru/dosen yang baik tidak pernah memukul siswa.
2. Siswa yang dipukul guru/dosen di sekolah akan bersikap negatif terhadap sekolah.
3. Siswa akan menghormati guru/dosen bila guru/dosen boleh memukul siswa yang bersalah.
4. Hukuman fisik dibutuhkan untuk menertibkan siswa dalam kelas.
5. ....dst.

C. Evaluasi Hasil Belajar Alternatif
Definisi evaluasi hasil belajar alternatif, yaitu :
1. Pemanfaatan pendekatan non-tradisional untuk evaluasi kinerja atau hasil belajar peserta didik.
2. Proses evaluasi kinerja perilaku peserta didik secara multi-dimensional pada situasi nyata (evaluasi otentik).
3. Evaluasi terhadap proses perolehan, penerapan pengetahuan, dan keterampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukan kemampuan peserta didik dalam proses maupun produk (evaluasi kinerja).


Instrumen evaluasi alternatif, antara lain :
1. Kumpulan hasil karya peserta didik (portofolio).
Portofolio adalah kumpulan hasil karya peserta didik seperti karngan, lukisan, dan lain-lain. Kumpulan hasil karya peserta didik selama satu semester dapat dijadikan bahan untuk menilai hasil karya tersebut. Namun tidak semua hasil karya peserta didik yang berbentuk porto folio dapat digunakan sebagai evaluasi portofolio.

Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar portofolio dapat digunakan sebagai evaluasi portofolio. Syarat tersebut ialah :
a. Merupakan landasan untuk mencapai tingkat penguasaan berikutnya.
b. Sebagai ranah yang harus dikembangkan.
c. Sebagai pencatatan kemampuan yang telah dicapai.
d. Sebagai bahan untuk penyempurnaan evaluasi.
e. Sebagai bahan untuk menyesuaikan kurikulum.
2. Hasil kerja peserta didik (product).
3. Penugasan terhadap peserta didik (project).
Tugas atau proyek yang dapat diberikan kepada peserta didik sangat bervariasi, misalnya merancang alat untuk distilasi minyak kayu putih dari daunnya, merancang alat untuk menunujukan pernafasan tumbuhan dan lain-lain.
4. Kinerja peserta didik (performance).

D. Kesimpulan
Instrumen evaluasi hasil belajar adalah alat yang dipakai untuk mengambil atau merekam data hasil belajar. Instrumen evaluasi hasil belajar dibagi menjadi instrumen evaluasi bentuk soal atau tes dan bentuk non-soal atau non-tes. Instrumen evaluasi untuk ujian adalah soal; yang dapat berupa soal bentuk objektif atau soal bentuk uraian. Pembagian ini berdasarkan pada bentuk pertanyaanya. Bentuk bentuk instrumen evaluasi untuk teknik evaluasi jenis non-ujian adalah pedoman observasi, daftar cek, skala lajuan, pedoman wawancara, serta lembar angket, skala sikap untuk teknik evaluasi angket.
Disamping itu juga terdapat instrumen evaluasi hasil belajar alternatif , yaitu portofolio, product, project, dan performsnce.

E. Referensi
Arikunto, Suharsimi. (1990). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: P.T Bumi Aksara.

Asmawi Zainul & Noehi Nasuition. (2001). Mengajar di perguruan tinggi; Penilaian Hasil Belajar. Jakarta:PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Gronlund, Norman,E. (1985). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Mc. Millan Publishing Company.

Mehrens, W.A. & I. J. Lehmann. (1984). Measurement and Evaluation. New York: Holt, Reinhart and Winston.

Nurkancana, Wayan & P.P.N. Sumartana. (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Sukardjo. (2008). Hand-book Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran. Yogjakarta.

Sutrisno Hadi. (1986). Methodology Research, Jilid 1,2 Yogjakarta: UGM.Press